Secara geografis, posisi Indonesia
terletak pada persimpangan kebudayaan besar, antara dua benua Asia dan
Australia, serta dua samudra, yaitu Samudra Hindia dan Samudra Pasifik.
Gelombang kontak perdagangan yang melewati wilayah negara kepulauan Indonesia
memberikan pengaruh dan mengakibatkan akulturasi (percampuran) budaya yang
tampak pada pengembangan karya kerajinan tekstil di Indonesia.
Kain-kain tradisional di wilayah
kepulauan Indonesia ini pada awalnya merupakan alat tukar/barter yang dibawa
oleh pedagang pendatang dengan penduduk asli saat membeli hasil bumi dan
rempah-rempah di Indonesia. Tekstil tradisional Indonesia berkembang dengan
kreativitas setempat baik pengaruh dari suku maupun bangsa lain.
Pada tekstil tradisional, selain untuk
memenuhi kebutuhan sandang, juga memiliki makna simbolis di balik fungsi
utamanya. Beberapa kain tradisional Indonesia dibuat untuk memenuhi keinginan
penggunanya untuk menunjukkan status sosial maupun kedudukannya dalam
masyarakat melalui simbol-simbol bentuk ragam hias dan pemilihan warna.
Dalam teknik pewarnaan, ada sebuah
teknik pewarnaan yang disebut dengan teknik rintang warna dengan menggunakan
lilin/malam, yaitu teknik batik. Pada masa Kerajaan Majapahit, teknik
batik diaplikasikan di atas daun lontar. Setelah diperkenalkan material kain
dari serat katun, sebagai pengganti serat alam lainnya yang lebih kasar, teknik
batik mulai diaplikasikan di atas kain katun. Kain batik, semula hanya dikerjakan untuk memenuhi kebutuhan kerajaan, namun teknik
tersebut mulai dikenal masyarakat di luar keraton dari para pengrajin batik.
Lambat laun kegiatan membatik menjadi mata pencaharian masyarakat sekitar
kerajaan.
Proses teknik batik adalah sebagai
berikut.
1.
Membuat sketsa motif batik pada kain polos.
2.
Menyiapkan alat dan bahan seperti malam, canting, kompor batik dan zat warna
alam berikut fasilitas pendukung lainnya.
3.
Memanaskan malam pada kompor batik sampai 60 °C.
4.
Dengan menggunakan canting (untuk batik tulis) atau cap aluminium (untuk batik
cap), mengambil malam dan menutup pola motif pada kain sesuai sketsa yang telah
ditentukan.
5.
Menentukan warna celup.
6.
Mencelup kain batik sesuai dengan warna yang telah ditentukan.
7.
Melorod (melepaskan malam) dengan cara merebus kain pada air
mendidih, dibilas dan diangin-angin.
8.
Untuk proses pewarnaan lebih daripada 1 warna, langkah kerja mulai dari
menggambar dangan cating atau cap hingga melorod diulang sesuai
dengan jumlah warna.
Presiden Joko Widodo dalam
sambutannya di Sunter, Jakarta Utara pada hari batik nasional tanggal 2 Oktober
2015, mengatakan dalam setiap motif batik memiliki filosofi tersendiri.
Filosofi itu merupakan simbol keberagaman di Indonesia. "Ya, setiap motif
itu batik itu ada filosofinya. Ada waktu penggunaannya, tapi sekali lagi saya
menggunakan batik tiap hari," kata Jokowi. "Saya pakai motif dari
Aceh sampai Papua kan ada sekarang. "Ciri khas batik Nusantara, kata dia,
memiliki ribuan macam motif.
Berbicara masalah simbolis,
batik kota Ngawi juga mempunyai simbol-simbol tertentu yang sekaligus
juga sebagai ciri khas batik kota Ngawi yang diantara lain adalah :
1.
Motif bambu, motif bambu merupakan ciri khas kota Ngawi yang menurut
sejarah terjadinya nama Ngawi berasal dari kata “awi” yang artinya “bambu”,
2.
Motif pohon jati dan bunga jati, motif ini juga memberi gambaran bahwa
Kabupatn Ngawi merupakan salah satu daerah penghasil hutan jati, terutama
berada di daerah area Kecamatan Mantingan, Walikukun, Karanganyar, Pitu dan Bringin,
3.
Motif daun teh, motif ini menggambarkan bahwa kabupaten juga mempunyai
perkebunan teh hasil peninggalan Belanda yang terkenal dengan nama perkebunan
teh Jamus yang berada di daerah kecamatan Sine,
4.
Motif pohon karet, motif ini menggambarkan bahwa kabupaten Ngawi juga
mempunyai komoditiyaitu perkebunan karet Tretes yang berada di kecamatan Sine,
5.
Motif kali tempuk, motif ini menggambarkan bahwa di kabupaten Ngawi
terdapat suatu tempat bertemunya (tempuk) dua sungai besar yaitu bertemunya
kali Madiun dengan Bengawan Solo yang juga merupakan tempat wisata lokal yang
dikunjungi warga Ngawi.
6.
Motif padi, motif ini menggambarkan bahwasanya kabupaten Ngawi merupakan
salah satu daerah yang punya komoditi dari hasil pertanian karena memang
mayoritas penghasilan warga atau penduduk Ngawi berasala dari sektor agraria,
7.
Motif bulus, motif ini menggambarkan bahwasanya kabupaten Ngawi
mempunyai sebuah upacara adat yang berada di Desa Tawun Kecamatan Kasreman yang
disebut “keduk beji”, yang menurut cerita upacara ini disimbolkan dengan
hewan bulus (semacam kura-kura),
8.
Motif tulang dan manusia purba, motif ini menggambarkan bahwa Ngawi
merupakan area prasejarah dimana diketemukannya fosil-fosil manusia purba dan
hewan purba bahkan tempat tersebutnya didirikannya sebuah museum yang disebut
dengan nama ”museum Trinil” yang berada di desa Kawu, Kecamatan Kedunggalar.
9.
Motif Benteng Pendem, motif ini memberikan gambaran bahwasanya di Ngawi
ada sebuah tempat bersejarah dalam kaitannya dengan penjajahan Kolonialisme
Belanda.
10. Dan masih banyak lagi
motif yang lainnya.
Beberapa contoh corak Batik Ngawi :
Sumber : Buku Siswa Prakarya dan Kewirausahaan SMK X Kemendikbud
Komentar
Posting Komentar